Keunggulan Keanekaragaman Buah Lokal

Indonesia kaya akan bahan pangan lokal. Namun sayang, keanekaragaman pangan lokal ini hanya cukup dibanggakan tapi tak banyak digemari. Coba saja tanyakan pada diri. Lebih suka mana makanan rumahan atau makanan cepat saji? Lebih pilih mana tempe dengan kedelai lokal atau kedelai impor yang bijinya gendut-gendut? Lebih nyaman mana makan apel Malang yang manis kecutnya khas atau apel merah yang manis agak hambar?

Baiklah, saya akan membahas keanekaragaman pangan lokal berupa buah. Kalau jawaban kita atas pertanyaan di atas mungkin dinilai subjektif, mari kita lihat besaran impor buah di Indonesia. Jika impor buah besar, maka memang benar kita lebih suka yag impor daripada yang lokal. Pada September 2017, berdasaran data BPS, nilai impor buah dalah yang terbesar di golongan non-migas. Nilainya sebesar 44,2 juta dlar. Umumnya negara asal pemasok buah-buahan kita berasal dari Cina, Jepang, Thailand.

Sedangkan pada tahun 2020, tepatnya di 3 bulan pertama, impor buah menurun 45% daripada bulan sebelumnya. Nilai ekspor buah kita tercatat meningkat. Tetapi jika dilihat dari neraca perdagangan buah, kita masih defisit 19,1 triliun rupiah.

Meski rasa buah impor lebih manis, bentuknya lebih besar, buah lokal tak kalah unggul dalam manfaatnya. Di antaranya lebih aman dan lebih bergizi. Selian itu, dengan memakan buah lokal dapat melestarikan budaya kekayaan negeri sendiri.

Lebih Aman

Lihatlah kenyataan buah impor. Dalam situasi normal, buah-buahan yang ada di rumah kita pasti membusuk dalam beberapa hari. Bayangkan apa yang terjadi pada buah impor yang harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai ke Indonesia. Tentu dalam pengiriman dan kemasannya harus dipikirkan agar buah itu tidak cepat membusuk. Maka, diberikanlah perlakuan pengawetan pada buah. Contohnya apel. Apel itu dilapisi lilin, diberi fungisida, dan antibakteri pirazolin. Selin pengawetan zat kimia, juga dilakukan pengawetan dengan suhu dingin 0-10°C. Jadi, jika buah itu kita makan bukan hanya kenikmatan rasa dan gizinya saja yang masuk ke tubuh kita. Tapi juga residu-residu pengawet akan masuk.

Belum lagi ada kasus penyakit yang disebabkan oleh bakteri pada buah impor. Misalnya pada 2015 lalu, Kementerian Pertanian kita melarang impor apel jenis Granny Smith dan Gala dari Amerika. Pemerintah juga menarik peredaran rock melon yang diimpor dari Australia. Hal ini dikarenakan buah-buahan itu menyebabkan penyakit listeriosis yang dibawa oleh bakteri Listeria monocytogenes. Gejala penyakit ini antara lain demam, nyeri otot, diare, jika terkena sistem saraf bisa menyebbakan kejang, hilang keseimbangan, keguguran, persalinan premature, dan infeksi pada bayi yang dikandung.

Jadi buah lokal cenderung lebih aman karena umumnya tidak diawetkan. Untuk sampai ke tangan konsumen, buah lokal hanya melewati proses yang pendek.

Lebih Bergizi

Buah impor yang mengalami perjalanan panjang banyak kehilangan gizinya. Salah satunya karena proses oksidasi saat penyimpanan waktu didistribusikan. Faktor lain yang menyebabkan buah impor rendah gizi adalah pemanenan sebelum waktunya. Hal ini karena kandungan gizi pada buah tertinggi ada di buah yang matang. Kalau dipanen sebelum matang maka akan memotong saluran nutrisi dalam buah.

Kandungan gizi buah lokal juga lebih bagus daripada buah impor. Misalnya, untuk buah yang sama dengan varietas berbeda. Hasil penelitian Anggun Rindang Cempaka, dkk pada 2014 menunjukkan bahwa kandungan quercetin di apel Rome Beauty dan Manalagi lebih banyak daripada quercetin pada apel impor fuji dan Red Delicious.

Melestarikan Keanekaragaman Pangan Lokal

Agak menyedihkan memang. Anak zaman sekarang tidak kenal siwalan. Bisa saja mereka tahu bentuknya dari internet, tetapi tidak tahu seperti apa rasanya. Bagaimana nikmatnya air buah yang mengalir saat daging siwalan digigit. Hmm, segar! Hal-hal seperti inilah yang patut dilestarikan. Karena buah tak melulu jeruk, apel, pisang. Diversifikasi pangan adalah kunci ketahanan pangan. Pangan yang monoton tak mugin bisa memenuhi permintaan 260 juta jiwa. Sebaliknya, pangan yang beragam sesuai kekhasan lokal akan membuat kita berdaulat pangan. Gizi yang masuk ke tubuh pun beragam.

Indonesia kaya akan keanekaragaman pangan lokalnya, termasuk buah juga beragam. Kita patut bangga. Mengonsumsinya adalah bentuk kebanggaan kita. Jangan sampai karena minimnya permintaan, maka buah itu punah.

Coba sebutkan macam-macam buah nusantara! Oke, saya bantu, ya. Rambutan, nanas, manga, belimbing, manga podang, pisang ambon, pisang tanduk, jambu merah, jambu air, durian, jeruk keprok, srikaya, sirsak, sawo, duku, dan mashi banyak lagi! Wah yang mana ya favoritmu?

Di luar yang saya sebutkan tadi, masih ada lho buah unik Indonesia yang jarang ditemui. Mereka adalah kepel, kecapi, buni, markisa, bisbul, carica, sukun, durian merah, namnam, alkesah. Wah, seperti apa ya wujudnya? Ini dia.

buah unik lokal Indonesia
Sumber: kemenkumham.go.id

Buah-buahan itu masih sangat jarang ditemui karena merupakan khas daerah tertentu. Untuk mendapatkannya masih asli dari hutan. Sedangkan untuk membudidayakannya belum terlalu massal seperti buah umum yang kita kenal. Oleh karena itu, kita juga patut menjaga dan melindungi hutan. Setidaknya kita dukung pelestarian hutan. Bisa aktif ikut kampanye pelestarian hutan, mengadopsi, pohon, menjaga keseimbangan lingkungan, dan melakukan hal yang ramah lingkungan. Agar kita bisa bangga akan keanekaragaman buah lokal kita dalam jangka waktu yang lama.

Semoga bermanfaat!

Posted on: August 10, 2021, by : li partic

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *