Kue Lumpur
Kenangan saat kecil semakin tua, semakin banyak yang terhapus. Kecuali kenangan yang sangat mengesankan. Setelah dewasa, aku menjadi heran, kok bisa ya aku bertingkah seperti itu. Masa kecil memang penuh khayalan dan ide aktivitas timbul dengan sendirinya. Oleh karena itu, jika punya anak kecil ada tingkahnya yang salah sedikit tak usahlah kita terbawa emosi.
Anak kecil jangan dipukul. Juga jangan dimarahi. Tetapi sebaiknya diluruskan jika adabnya salah. Seperti kisah Umar bin Abu Salamah r.a
Semasa kecil, ketika aku berada dalam pangkuan Rasulullah, aku sering berganti-ganti tangan dalam memegangi mangkuk. Melihat itu, beliau menegurku, “Hai anak, bacalah basmalah. Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang terdekat denganmu.” Semenjak itu, aku selalu demikian ketika makan. (Muttafaqun ‘Alaih)
Inilah kisah kecilku yang tak pernah dimarahi orang tua. Mungkin saking konyolnya.
1. Kue ‘lumpur’
Ini cerita ketika SD. Saat itu menjelang hari raya Idul Fitri. Eyang uti selalu membuat kue kering sendiri dengan oven tangkringnya. Aku pun memperhatikan bagaimana adonan digilas, dicetak, dan disapukan kuning telur.
Kemudian aku ingin mencoba membuat kue juga. Kuambil satu cetakan kue. Kukumpulkan tanah yang agak basah dengan tanganku. Aku membuatnya rata pula dengan tanganku dan kumasukkan ke dalam cetakan. Aku menyempilkan kue tanah buatanku itu ke dalam loyang yang hendak dioven. Entah loyang mana yang terkontaminasi lumpur. Yang jelas semua kue buatan eyang seperti bersih semua, hihihi.
2. Mandi sok mandiri
“Ma, aku mau mandi sendiri ya.”
“Iya boleh.”
Dengan senangnya aku jebar-jebur. Mama menyiapkan seember air besar. Karena untuk mengambil air sendiri ke bak mandi yang tingginya sekepalaku itu aku masih belum sampai. Aku masih TK usia 3 atau 4 tahun.
Setelah puas main air, lalu aku mencari sabun untuk membersihkan badanku. Aku mudah untuk mengambilnya karena sudah tergantung di paku yang ada di dekatku. Dengan yakin aku menuangkannya ke tangan. Kemudian mengoleskannya ke sekujur tubuh. Tak lama kemudian ada rasa aneh pada kulitku. Rasa yang tak biasanya. Panas! Segera kubilas tubuhki dengan air. Ternyata begitu ya rasanya mandi pakai deterjen. Bukan tak sengaja, ga tau gimana jalannya pikiranku kok waktu itu aku pengen merasakan mandi deterjen dibanding sabun mandi yang biasanya.
3. Barang baru jadi jelek
Saat kelas 1 SD aku masih berumur 5 tahun. Aku bersekolah di sekolah mbahku. Beliaulah yang menjadi kepala sekolah. Jadi kalau ada guyonan ‘Emang sekolahnya mbahmu??’ Sekolahnya mbah itu emang nyata ya hahaha.
Karena rumahku ke sekolah itu jauh dan lebih dekat dari rumah mbah, maka aku tinggal bersama mbah. Belum lama menjadi siswa baru mama mengirimkan meja belajar yang bersambung dengan rak buku dan lemari baju ke rumah mbah. Tentu senang bukan main perasaanku.
“Ini lemarinya dinamai ya.” Kata mama kepadaku. Aku pun memperhatikan cara mama menulis. Mama menuliskannya di dalam laci meja belajar lengkap dengan tanggal pembeliannya.
Setelah mama pulang. Aku ingin menuliskan namaku juga persis seperti yang mama tulis. Sret… sret.. sret.. Jadi deh. Jika mama menulis dengan spidol besar, aku menulis dengan spidol kecil. Hasilnya? Disitulah aku menyesal. Tulisanku sangaaat jelek, tidak seperti mama. Lacinya pun jadi jelek.
Mama juga menamai kotak pensilku yang bergambar The Simpsons. Tulisan yang rapi dan kecil. Mama menuliskannya di bagian dalam kotak. Aku pun tak kalah menuliskan namaku di kotak pensilku yang baru itu. Tulisanku besar-besar, mbleber kemana-mana. Ampuuun… Kotakku jadi jelek. Gambar kartunnya jadi tercoreng 🙁
4. Sobekan Tanda Cinta Buku
Sewaktu aku berumur 3 tahun, papa masih menjalankan usaha agensi majalah. Majalah yang aku suka adalah Aku Anak Soleh. Setiap majalah baru datang, aku mengeluarkannya dari amplop. Mencium-cium aromanya adalah favoritku. Kemudian tak lupa aku mencorat-coretnya. Dan ada suatu keinginan merobeknya. Kreeek. Satu sampul majalah sudah lepas dari badannya. Berahlihlah ke majalah yang masih utuh lainnya.
Tiba-tiba papa menghentikan keasyikanku ini. “Wah, jangan Li.” Lalu segera menyingkirkan majalah-majalah ke tempat yang tak bisa kujangkau. Tanpa nada marah satupun.
Mungkin jika papa marah, aku akan trauma terhadap buku. Bisa bayangkan, kan? Ladang bisnisnya dikoyak-koyak? Alhamdulillah sampai sekarang aku sangat suka buku. Aku sering bela-beli buku. Bela-beli ini maksudnya beli banyak buku, baca sekilas, geletakkan. Jarang punya waktu membaca secara mendalam, hahaha. Aku pun sudah menulis beberapa buku yang diterbitkan penerbit mayor. Jika ingat papa, beliau sangat berjasa sekali dalam mendidikku meski bertemu hanya seminggu sekali waktu aku kecil dulu. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu.
Menurutmu, mana kenangan masa kecilku yang paling parah?
Kisah Silaturahmi Pengantar Rezeki Emas
Katanya silaturahmi itu membawa rezeki. Ternyata bukan sekadar katanya atau mitos belaka, lho. Hal ini berdasarkan riwayat hadits, salah satunya yang ini.
“Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan)
Kebetulan atau sesuatu yang dibetulkan (sudah diatur-Nya) kisahku yang satu ini karena silaturahmi atau bukan, hanya Allah yang tahu. Tentu banyak faktor, dan aku berpikir silaturahmi salah satunya.
Ketika itu, aku sedang hamil. Aku mempersiapkan persalinan sealamiah mungkin tanpa campur tangan medis jika tidak diperlukan. Oleh karenanya aku mencari bidan yang berpengalaman sekaligus dapat menjadi doula persalinan. Aku mencari bidan terdekat, dan yang paling dekat adalah bidan di kota sebelah. Jaraknya lumayan bisa 1-2 jam.
Aku memutuskan untuk home birth, melahirkan di rumah ala primitif alias zaman dulu. Trauma penanganan di rumah sakit waktu kelahiran anak pertama menjadi penyebabnya. Tapi jangan salah. Meski primitif jangan dibayangkan aku bakal bersalin seperti dengan dukun beranak. Tempat persalinan kusiapkan dengan rapi dan bersih. Segala antisipasi kedaruratan juga telah disiapkan seperti infus, mobil, juga packingan tas untuk ke rumah sakit.
Menghubungi bidan tersebut sangat susah meraih kata sepakat untuk bertemu karena jadwalnya sangat padat. Selain bekerja di rumah sakit, beliau juga menangani pasien pribadi yang ingin home birth. Akhirnya kami bertemu juga dan sepakat dengan bidan itu berbulan-bulan sebelum hari H bersalin. Aku masih menyiapkan rencana lain. Rumah sakit mana yang kutuju untuk bersalin jika bidan yang bersangkutan tidak bisa. Aku juga tak lupa memikirkan bagaimana metode mencapai rumah sakit tersebut. Tentu saja aku harus shopping, pilah-pilih dulu rumah sakit mana yang ramah ibu dan bayi. Yang mendukung persalinan normal dulu sebelum tindakan lain, yang mendukung pemberian ASI untuk bayi.
Tibalah hari H yang mana aku mulai merasakan kontraksi lembut, lalu lama-lama menjadi kuat. Berdasarkan pengalaman anak pertama, aku mulai merasakan kontraksi malam hari dan melahirkan esoknya malam hari juga. Jadi jangan terburu-buru ke rumah sakit jika kontraksi belum rapat jeda waktunya.
Kontraksi yang lembut itu dimulai tengah malam. Dan bidan yang sudah janjian denganku itu, tidak bisa menemaniku. Aku pun bersiap-siap menuju rumah sakit. Saat kontraksi menyerang aku bergerak seaktif mungkin agar kepala bayi cepat turun. Saat tidak ada kontraksi rahim aku melanjutkan packing-packing, bersih-bersih. Tak terasa 6 jam lamanya aku tak bisa tidur. Saat itu sudah jam setengah tujuh pagi. Kontraksi pun semakin kuat. Aku menahan diri untuk mengejan. Tapi dorongan itu terlalu kuat, sehingga aku dengan instingku mengejan dengan sendirinya dalam posisi merangkak. Air ketuban pecah, sepertinya kepala bayi mau nongol. Hanya saja masih kutahan sekuat tenaga. Duh, aku belum sarapan pula!
Suami langsung mencari bidan terdekat. Ternyata jaraknya hanya beberapa meter dari rumah. Beliau memeriksa tetapi tidak menerima lahiran. Beliau sudah siap dengan seragamnya untuk dinas di klinik. Untung saja belum berangkat, sehingga bisa menolongku. Dengan sigap ia meminta aku berbaring. Satu posisi yang tidak kusuka. Tapi apa daya aku tak sempat berargumen, si kecil minta segera keluar. Alhamdulillah dengan sekali mengejan, si kecil keluar dengan selamat tanpa ada masalah.
Meski tak sempat makan apa-apa, aku belum nafsu makan pada akhirnya. Tapi harus kupaksa makan kurma sebagai penambah energi. Aku yang tak pernah didulang suami, mendadak suami menjadi mau. Anugerah!
Inilah persalinan impianku yang 50%-nya keturutan. Persalinan yang nyaman di rumah, tanpa guntingan episiotomi, tanpa bius. Alhamdulillah semua dimudahkan Allah. Awalnya tak kukira akan secepat ini lahirnya, karena kuperkirakan siang atau sore baru pembukaan sempurna. Berkali-kali kuucap syukur karena banyak pihak yang membantu.
Berkah Silaturahmi
Aku teringat kejadian-kejadian sebelumnya. Satu bulan sebelum aku melahirkan banyak kejadian duka. Hal itu menjadikan banyak pelawat menemuiku, dan diakhiri kata-kata doa. Semoga lancar lahirannya. Satu bulan sebelum aku melahirkan juga merupakan momen hari raya Idul Fitri, dimana aku berkumpul bersama keluarga besar. Aku juga mengunjungi saudara-sadara dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Semua berkata, “Semoga lancar lahirannya.”
Alhamdulillah, silaturahmi menjadi pengantar rezeki. Jika ada yang menganggap emas tak ternilai harganya, maka kelahiran anak kedua ini adalah rezeki yang tak ternilai harganya bagaikan emas. Rezeki emas yang dipenuhi kemudahan.
Bahan Dapur Ini Ampuh Atasi Batuk
Obat batuk alami
Flu dan batuk sudah jadi penyakit biasa tapi sangat mengganggu aktivitas kita sehari-hari. Biasanya gejala flu saya diawali dengan pilek yang sangat parah sampai mata berair, membengkak, ingus tak henti-hentinya mengalir, bersin juga non stop. Jika sudah mereda dalam 1-2 hari sepertinya ingus tadi turun ke rongga dada dan tenggorokan. Lendir mengumpul di sana. Jadilah batuk, dan masalah terparah adalah sesak napas.
Sejujurnya sejak saya berstatus menjadi ibu menyusui 5 tahun lalu, saya berusaha menghindari obat-obatan kimia. Bahkan termasuk obat low risk sekalipun, yaitu yang bertanda hijau. Alternatifnya saya selalu hunting suplemen-suplemen alami dari madu dan habbatussauda. Suplemen itu berguna untuk menjaga kesehatan tubuh. Kalau terlanjur sakit, saya gempur dengan dosis berlipat-lipat. Misalnya dari yang dari biasanya sehari satu, menjadi sekali minum 2 sebanyak 3 kali sehari.
Suatu ketika saya disarankan oleh tante saya yang berprofesi sebagai dokter gigi. Meski judulnya dokter gigi beliau turut membantu menangani pasien-pasien di puskesmas. Beliau pernah melihat tayangan televisi tentang penanganan alami batuk, khususnya batuk berdahak. Kemudian beliau aplikasikan ke anak-anaknya, diri sendiri, dan beberapa balita. Semua yang ditreatment bilang kalau dahak keluar semua. Nah, obat apakah itu?
Obat murah meriah tapi ampuh menaklukkan batuk. Obat itu biasa ditemukan di dapur. Kalau lagi ga punya juga gampang nyarinya di pasar.
1. Madu
Gunakanlah madu yang berkualitas baik dan asli, minimal sesuai SNI. SNI yang dianjurkan untuk madu adalah kadar air maksimal 20%. Bisa gunakan madu hutan, madu sumbawa, kalimantan, yaman, dll. Yang penting madu murni bukan kombinasi. Kan sekarang banyak juga ya madu yang dicampur dengan minyak zaitun, sari kurma untuk tujuan tertentu. Hati-hati juga dengan madu palsu ya. Madu palsu bukan madu yang didatangi semut. Madu disebut palsu jika kadar airnya tinggi, sehingga teksturnya encer. Mengapa? Kemungkinan yang pertama madu memang dioplos dengan air. Yang kedua, madunya memang asli sih, tapi lebahnya tidak dibiarkan mencari makan sendiri, melainkan diberi nutrisi air gula saja sehingga madu yang dihasilkan encer.
Saya sendiri selalu ada madu clover honey di dapur. Kadar airnya sangat rendah: 17,2%. Menariknya, madu ini juga berfungsi sebagai mukolitik alias pengencer dahak.
2. Jeruk Nipis
Jeruk nipis berfungsi sebagai ekspektoran yang mengeluarkan dahak. Buah yang sangat kecut ini, juga bersifat mengeringkan.
3. Air putih
Meski sekadar berfungsi sebagai pengencer ramuan, air putih juga memiliki kriteria yang harus diperhatikan. Ciri-ciri air yang baik adalah bebas bakteri, bebas bau, tidak berwarna. Bagaimana dengan air PAM? Air PAM sering digunakan untuk minum dengan memasaknya terlebih dahulu, sehingga zat kapurnya bisa dipisahkan. Namun residu klorin tetap ada jika tidak difilter. Klorin ini bersifat oksidan yang merusak sel sampai tingkat DNA. Jadi amannya gunakan air mineral, air sumur jika jernih dan tidak berbau, Kangen water, air alkali. Selengkapnya bisa baca di buku saya Perisai Segala Penyakit (Elex Media).
Cara Meracik
- Ambil 1 sendok madu, letakkan di mangkuk stainless atau mangkok kaca tahan panas.
- Peras jeruk nipis hingga diperoleh 3 sendok makan, tuang ke mangkok.
- Tambahkan 5 sendok makan air putih.
- Aduk rata
- Kukus beberapa saat.
- Minumkan 1 sendok sehari 3 x. Bisa juga tambah frekuensinya.
Jadi ingat rumusnya…
Menyambut MEA ala UMKM
MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan masa perekonomian ‘bebas hambatan’. Tak hanya barang yang minim hambatan keluar masuk negara kita, tetapi juga tenaga kerja. Era ini diharapkan akan mengangkat kesejahteraan penduduk di negara-negara ASEAN.
Salah satu pihak yang pasti merasakan dampak MEA adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pihak pengusaha kecil itu mungkin ada yang tidak mengerti sama sekali tentang MEA. Oleh karena itu harus kita dukung dan edukasi mereka.
Saya akan share sesuai pengalaman saya yang kebetulan memproduksi teh pelancar ASI. Berikut yang bisa pengusaha skala UMKM lakukan untuk menghadapi MEA yang sudah berlangsung ini.
-
Asah Kemampuan Bahasa Inggris
Banyak yang bilang kita harus siap dari diri-sendiri dengan menguasai kemampuan berbahasa Inggris. Hal ini ada benarnya, tetapi ini juga bukan syarat mutlak. Wisatawan asing akan terasa mudah berkomunikasi selama keberadaannya di Indonesia jika banyak penduduk kita yang fasih berbahasa Inggris. Di sisi lain kita lihat dulu satu negara yang mayoritas penduduknya tidak bisa berbahasa Inggris tetapi produknya menyebar berbagai penjuru dunia. Dialah Cina. Kemampuan bahasa Inggris penduduk Cina lebih parah dari orang Indonesia. Tetapi penjaga tokonya tetap pede menawarkan barangnya pada calon importir. Mereka mengandalkan bahasa isyarat dan tawar menawar melalui kalkulator dagang.
Jadi bagaimana? Enak fasih berbahasa Inggris atau tidak untuk melayani customer?
2. Mengubah Penampakan Produk Lebih Berkelas
Maksudnya mengubah penampakan produk ini adalah menambahkan nilai pada produk. Contoh gampangnya kopi. Kopi merupakan barang komoditas yang murah jika dijual kiloan. Jika diubah bentuknya menjadi kemasan sachet maka akan lebih menarik dan dapat dijual lebih mahal. Menjual kopi siap minum di warung pun akan berbeda harganya jika si kopi sudah berubah penampakan dengan merek tertentu di gerai-gerai pada pusat perbelanjaan.
3. Menyesuaikan Brand dengan Wilayah Distribusi
Ini adalah salah satu strategi branding Semen Indonesia. Selain menguasai pasar dalam negeri, Semen Indonesia alias Semen Gresik ini juga sudah ekspor ke berbagai negara. Di dalam negeri Semen Indonesia menggunakan bermacam merek seperti Semen Gresik, Semen Padang. Untuk memasuki pasar Vietnam menggunakan merek yang sudah lama eksis, yaitu Thang Long. Untuk memasuki Asia Tenggara selain Indonesia dan Vietnam, digunakan merek Semen Indonesia.
Hendaknya pelaku UMKM di era MEA ini tidak perlu jual mahal memaksakan mereknya sendiri. Jika negara tujuan ekspor meminta private label, kita turuti saja. Namanya juga job kan? Asal hitung dulu untung ruginya. Kita pun harus mensyaratkan minimal order sekian puluh ribu buah misalnya, agar tidak rugi.
4. Ajari Pelanggan Untuk Tumbuh
Jangan hanya memikirkan bagaimana perusahaan kita saja yang tumbuh. Ajaklah pelanggan untuk tumbuh. Bagaimana caranya? Jadilah konsultan bagi pelanggan. Bantu mereka untuk meraih keinginan mereka. Seperti kisah Martha Tilaar yang tumbuh bersama pelanggan.
5. Konsisten dalam Kualitas adalah Branding Sesungguhnya
Kalau yang ini pengalaman pribadi hehehe. Selalu posisikan diri (dalam hal ini produk kita) menjadi yang terdepan. Kecap kan nomor satu. Tapi harus jujur tidak boleh bohong. Apa yang membuat produk kita dilirik konsumen hingga laku terbeli? Harganya? Kualitasnya? Saya beropini, kualitaslah yang utama. Seperti ASI Booster Tea selalu berusaha menjaga kualitas dan memenuhi harapan pelanggan soal ASI-nya. Mayoritas konsumen berkata produk teh herbal pelancar ASI kami: ASI Booster Tea ampuh meningkatkan kuantitas ASI-nya. Pendapat ini berkembang sendirinya dari mulut ke mulut hingga terjadi repeat order. Sampai suatu ketika ASI Booster Tea mendapatkan penghargaan dalam Anugerah Wirausaha Indonesia yang diserahkan langsung oleh Ibu Euis Saedah, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah. Nah, hal inilah yang bisa menjadi branding naik kelasnya pihak UMKM.