Pelajaran parenting dari Temu Toppers
Hari ini saya menghadiri pertemuan bisnis di restoran Rempah Indonesia, Surabaya. Event ini gratis, karena saya terpilih. Sya bela-belain hadir, walau terindikasi hujan di jalanan. Karena siapa tahu saya dapat relasi, yang bagus untuk perkembangan ASI BOOSTER TEA, teh herbal pelancar asi yang saya produksi, ke depannya. Selain ilmu bisnis online yang didapat, saya juga menimba ilmu parenting tanpa sengaja.
Dalam pertemuan itu, ternyata bukan saya saja yang bawa rombongan anak. Yang lain juga bawa keluarga. Hanya saja, anak yang lain cenderung diam duduk manis. Sementara anak saya yang tertua ga pernah bisa diam. Maunya lari-lari kesana kemari. Ya maklumlah, acaranya orang dewasa, anak-anak pasti bosan. Iya, kan?
Anak saya itu mendapat teman, pamer Play Doh sama teman barunya. Kebetulan dia selalu membawa tas kesayangannya yang isinya kadang mainan atau bukunya. Selain itu, di waktu yang lain, anak-anak sebayanya terpancing ikut mondar-mandir bersama anak saya. Akhirnya, orang tua anak-anak itu terpancing emosinya. Termasuk si papanda juga marah-marah karena anaknya ga bisa anteng. Ternyata kebanyakan orang tua akan marah jika melihat tingkah anak yang ga disukainya. Jika dipikir dengan akal sadar, mungkin kita menyesal, ngapain sih marah, ngapain sih emosi. Toh, itu ga berpengaruh ke anak dan tidak akan merubah sikap anak dengan segera. Mungkin juga karena bahasa yang kita lontarkan tidak mereka mengerti dengan baik. Secara masih balita, kan? Kita bilang jangan, eh malah tambah dikerjakan tuh yang dilarang.
Bukankah baik, jika kita tetap mencintai anak tanpa syarat walau dalam keadaan marah? Karena kita…
– Bisa tetap terhubung kepadanya dengan penuh kasih sayang, bahkan ketika Anda menetapkan batas perilakunya …. Dia belajar bahwa dia bukan seseorang yang buruk, hanya manusia.
– Bisa menahan diri untuk tidak memukulnya, bahkan saat Anda “dibenarkan” untuk marah …. Dia belajar dari Anda sebagai model bagaimana mengatur emosinya.
– Ingat untuk berempati saat Anda menentukan batas-batas,sehingga ia INGIN mematuhinya….. Ia belajar mendisiplinkan diri.
– Dapat menerima bahwa dia hanya seorang manusia belum matang yang secara alami berbuat kesalahan ….. Ia belajar bahwa kesalahan adalah bagian dari pertumbuhan, dan yang penting adalah memperhatikan, memperbaiki, dan perencanaan ke depan untuk menghindari kesalahan diwaktu lain.
– Bisa mencintainya melalui amarahnya…. Dia belajar bahwa perasaan dapat dikelola, tidak berbahaya, dan bahwa dia baik-baik saja, lengkap dengan semua perasaan ketidaknyamanannya. Ini merupakan penerimaan diri yang membantu dia mengelola perasaan tersebut sehingga dia tidak harus meledakkannya.
So, parents, ambillah napas dalam-dalam ketika marah. Relaksasi sesaat, tenangkan pikiran. Peluk dia yang sedang bermasalah. Jika sempat berwudhu, lakukanlah. Hal itu sesuai anjuran Rasulullah PBUH saat mengendalikan amarah.