Home Birth is More Than VVIP Class

World, meet Kei!

I gave birth to a boy (again) with no episiotomy at home. And this is my second little mujahid birth story.

Kaysan

Home birth alias melahirkan di rumah adalah suatu pengalaman tersendiri. Tentunya tidak semua orang setuju dengan metode melahirkan yang satu ini. Mulai dari kekhawatiran minim peralatan medis, sampai tuduhan lahiran jadul. Nanti baca aja klarifikasiku mengenai alasan itu. Hihihihi tapi tau gak siiih… Home birth itu sekarang lagi musim hohohoho…

Waktu itu saya sempat diserang (lebaiii) ancaman halus:

“tapi nanti lahirannya di bidan atau RS ya!”

“Enak lahir di RS kayak dulu lho. Ari-ari tuh udah ada yang ngurusin. Tinggal terima bersih.” Aduh.. apa susahnya sih cuma nyuci ari-ari? Kikikikkkk

Well, inilah kenapa saya lebih memilih home birth.

  1. Water birth. Pengen aja gitu ngerasain bedanya melahirkan di dalam air jika memungkinkan. Di RS sih bisa, tapi tarifnya nyamain umroh 😀
  2. Lotus birth. Apa itu? Intinya nih lahiran yang tali plasentanya ga dipotong, dibiarkan sampai puput. Jadi kemana-mana bawa ari-ari gitu? Iyaaa, biasanya cuma bentar kok 3-4 hari sudah puput pusar. Itu karena sistemnya tertutup, ga ada luka, jadi cepat keringnya. Tujuan yang lebih utama sebenarnya untuk mensuplai darah biar ga pucat maupun jaundice (am i rite?) walau kalau untuk tujuan ini, delayed cord clamping sudah cukup.
  3. Trauma episiotomi. Apa saya anti episiotomi? Nggak juga sih, kalau diperlukan, dan sebagai jalan terakhir saya mau banget. Cuma kalau sebagai tindakan rutin, belum apa-apa udah digunting, sakitnya tuh di siniiii.
  4. Ga nyaman sama enema. Dulu waktu lahiran anak pertama digituin. Tahun 2011. Tapi katanya sekarang udah ga boleh ya?
  5. Di RS tuh main suntak-suntik. Infus jugaaaa. Aduh apa ya yang dimasukin? Perawat sempat tanya apa alergi antibiotik? Mungkin itu yang disuntikin. Infus juga ga nyaman banget. Tindakan antisisapi sih katanya.
  6. Di RS dulu, sang Perawat cowok ga ketuk pintu dulu. Saya kan belum siaaaaaaap L terus mana tahu ada perawat cowok juga, jadi waktu itu dia lihat penampakan yang ga seharusnya dia lihat. Loh, kan di dalam ruangan toh? Ini alasannya…

Dikutip dari buku Jilbab Bukan Jilboob:

“Walaupun berada dalam rumah, ketika berjumpa atau satu ruangan dengan orang nonmahram, wanita juga harus berjilbab. Saat menemui laki-laki buta pun kita wajib berjilbab.”

Karena ini home birth, harus persiapan selengkap mungkin. Dimulai dari birth plan, bisa dibaca di sini yah!

Saya mempersiapkan kesehatan, nutrisi rohani sejak awal kehamilan agar bisa melahirkan normal di rumah.

  1. Mendekatkan diri pada Allah lebih sering, baik itu dzikir, doa, tilawah, sedekah, dll.
  2. Karena sudah mendekati Allah, yakin akan pertolongannya, saya menjauhi hypnobirthing ^_^
  3. Menjaga nutrisi ditambah dengan tambahan makanan seperti minyak zaitun di trisemester akhir, propolis tablet, bee pollen (untuk melancarkan ASI kelak), kurma, minyak omega halal dengan antioksidan dari udang-udangan, multivitamin multimineral fitonutrien alami Lifepak. Semua ada di toko saya: filanika.com
  4. Makan secukupnya. Entah ya, bawaan bayi atau apa, porsi sedikit saja sudah kenyang. Makanya bayinya kecil 😀
  5. Memberdayakan diri denan gerakan-gerakan yang mendukung persalinan normal, seperti yoga hamil, pelvic rocking di birth/gymnastic ball, belly dance, jalan kaki pagi.
  6. Menyerap ilmu-imu tentang kehamilan dan persalinan. Alhamdulillah nih, dapat buku impor dari Mbak Astrid: AMANI Birth 😀
  7. Tes darah lengkap
  8. Perineum massage, akupresur induksi alami, endorphin massage –> belum sempat dipraktikkan 😀

Lokasi melahirkan

Masih bingung ya soalnya kan fast moving (eh kok kayak barang aja).. bukan..bukan mobilitas tinggi maksudnya. Maklumlah, business woman gitu (hueeeek).

Antara Anyer-Jakarta Sidoarjo-Gresik. Rumah sendiri apa rumah kontrakan.


 

Menemukan Provider

Sejak bulan Ramadhan (Juli), saya udah nemu nih birth provider. Cuma susaaah banget nemu waktu dan tempat yang cocok. Baru jodoh saat mendekati due date. My due date is Sept 5th. Saat itu lagi dalam kedukaan, karena eyang uti meninggal 29 Agustus 2014. Tanggal 30 nya saya balik ke Gresik, sorenya ke Surabaya lagi.


 

Sabtu, 30 Agustus 2014

Lokasi: Dunkin Donut

Sabtu sore akhirnya ketemu bidan Wina. Aqif sedang sesak napas parah, tapi lumayan mereda, dibawa aja deh :D. Kami ngobrol-ngobrol tentang rencana melahirkan, sampai maghrib. Kemudian kami pulangnya ke Bangkalan.


Selasa, 2 September 2014

Selasa malam ini, serasa ada sesuatu yang mengalir. Ternyata flek coklat keluar tapi tanpa kontraksi.


Rabu, 3 September 2014

Penasaran terjadi apa-apa, jadi pengen periksa ke dsog. Sayangnya jadwal dsog kemarin. Hmm untung ingat ada RS lain yang dsognya sama tapi malam. Biasanya RS Semen Gresik sekarang di RS Rachmi Dewi. Dapat antrian panjang, baru periksa jam 10 malam. Sembari menunggu antrian, saya hunting kurma.

Kurma sukkary sudah lama habis. Rencananya mau beli kurma ajwa. Padahal masih punya ajwa tapi ketinggalan di Sidoarjo. Naik motor udah ga nyaman banget, tapi harus dapet kurma nih. Masih meraba-raba tempat juga, ga nguasain daerah Gresik sih walau udah 2 tahun di sini. Dapatlah kurma ajwa seharga 140000 padahal cuma 200g. Sekalian air zamzam 1 jerigen kecil, mungkin 1 liter ya, 45000.

FYI, kurma dan air zam-zam berguna membantu memperlancar persalinan.

Anjuran makan kurma dipersering apalagi saat sudah mendekati hari H. Ini juga berguna mencukupkan kebutuhan nutrisi bumil. Ada di Al-Qur’an lho.

“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata : “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah ;”Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Rabbmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu…”(QS Maryam (19):22-26)

Sedangkan air zam-zam juga berkhasiat untuk memudahkan proses persalinan, menghalau kesulitan-kesulitan. Caranya: bacakan Al Qur’an surah Al-Insyiqaq (84) : 1-4 ke dalam air zam-zam, kemudian minum dan sebagian lain dioleskan ke perut ibu (Syaikh Ibnul Qoyyim Al-Jauziah dalam kitab Ath-Thibbun Nabawi).

Nah, setelah kontrol, kata dokter nunggu kontraksi aja. Kondisi kandungan: air ketuban sedikit. Apa kepala sudah masuk panggul? Katanya belum. Biasanya sudah masuk panggul kalau sudah kontraksi. Tambah galau kan? Secara dulu waktu 9 bulan hamil anak pertama, jaman gini udah masuk panggul. Apa jarang jalan kaki ya? Tapi sering yoga, belly dance, pelvic rocking juga kok. #Pembelaan diri


Kamis, 4 September 2014

Galau, flek coklat ini kadang keluar kadang ga. Padahal dulu hamil anak pertama, langsung bloody show sebelum kontraksi, kontraksinya pun langsung hari itu juga. Nah, sekarang ini kok ga ngerasain kontraksi ya? Curhatlah saya sama bidan Wina. Saya disarankan untuk periksa ke bidan. Waduh… Saya ga tau dimana tempat bidan berada. Seharusnya malam itu saya harus cek bukaan ke bidan, tapi saya lebih memilih hunting kolam hehehe.

Jujur belum nyiapin apa-apa nih. Rencana water birth tapi kok belum nyiapin kolam? Masalahnya ga ada waktu nih buat cari-cari hehehe baru kalo mepet waktu, disempat-sempatkan. Karena kemarinnya capek perjalanan luar kota, maka hari ini disempatkan hunting kolam. Hasilnya.. Taraaaa.. nemu cuma di satu toko harganya 500ribuan. Kemahalan, lebih murah beli online. Akhirnya batal beli. Rencana mau beli online aja.

Selain itu, saya cari-cari rempah-rempah dan garam untuk perlakuan lotus birth. Dapatnya cuma garam meja tak beryodium yang berbentuk bata, lumayan kasar. Seharusnya sih sea salt. Rempah? Ga dapat sama sekali! Kunyit bubuk ga ada, temulawak bubuk ada tapi dikit. Akhirnya nemu bubuk ngo hiong, saya comot ajah. Suka baunya, harum. Ga apa deh, kalo pun ga kepake bisa dibikin buat masak ayam bumbu ngo hiong #eh.


Jumat, 5 September 2014

Inilah HPL-ku. Pas gak lebih gak kurang, hari ini saya merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Sangat berbeda dengan pengalaman pertama. Anak pertama lahir HPL+5.

Sekitar 00.30

Saya merasakan kontraksi lembut. Ah, this is the time. Insya Allah besok melahirkan. Menurut pengalaman anak pertama, kelahiran terjadi setelah 24 jam adanya kontraksi pertama kali. Mulai muncul lendir darah. Itupun cuma sekali. Kontraksi makin kuat menjelang subuh. Sudah 5 menit sekali, tapi darah ga muncul lagi. Selama kontraksi, saya hibur si perut dengan goyang inul, belly dance, biar kepala cepat turun juga. Kok ga pake gym ball? Itu sudah robek, digunting sama anak pertama saya. Geram kan? Waktu itu baru beli kok udah dibocorin 🙁

Saat ini saya ada di Gresik, ga mungkin melanjutkan plan untuk melahirkan di Sidoarjo. Kalau mbrojol di jalan gimana? Lagipula, ruangan di Sidoarjo penuh banget sama ASI BOOSTER TEA berkoli-koli.

Saya hubungi bidan Wina via bbm *duh, seharusnya telpon ya. Saya pun ngaku belum punya rempah-rempah, cuma garam saja (ngo hiongnya ga saya ceritain ah, malu hihhi). Nitip belikan aja 😀

Kontraksi makin kuat 2-3 menit sekali. Ini sekitar sebelum jam 6 pagi sampai setengah tujuh. Saya tahan kontraksi dengan posisi merangkak, child position (istilah dalam yoga), sambil terus berdzikir. Belly dance sambil berdiri udah ga nyaman lagi. Habis ini mau sarapan dulu, sedari tadi cuma ngemil kurma, tetep lapar.

“Mbak, sekarang kontraksinya gmn? Darahnya gmn?”

Nah, kalo kontraksi sudah kuat, darah harus lihat dulu nih. Jadi sebelum balas, saya cek dulu. Pergilah saya ke kamar mandi. Kontraksi terus berjalan. Dan.. perasaan pengen mengejan, saya turuti deh, tapi ga begitu kuat. Habis ga kuat nahan rasa pengen mengejan sih. Keluar kamar mandi, sudah ada rencana mau makan pecel, baru datang dibelikan yahnda. Eh, tapi kok gelombang cinta datang lagi. Ga bisa makan nih, tunggu reda aja. Gelombang cinta dari adik bayi datang lebih besar, mau ngelaporin maasalah bloody show (yang baru keluar lagi setelah jam setengah satu tadi) udah ga sempat, karena rasa pengen mengejan makin kuat. Akhirnya saya mengejan sampai ketuban pecah. Airnya memang benar sedikit, paling segelas ya.

Aihhh.. kondisi genting gini saya belum apa-apa. Mengharapkan Bidan Wina di Surabaya kayak ga mungkin (karena perjalanan ke Gresik 1-2 jam), mau berangkat ke rumah sakit sudah ga kuat jalan. Lemas rasanya (belum makan sih). Akhirnya, suami memanggil bidan yang rumahnya berjarak 5 rumah dari rumah kami. Sebelumnya saya belum pernah ketemu, belum pernah kontrol ke bidan ini. Namanya bidan Rika. Malam sebelumnya yang mana saya mau cek bukaan, maunya ke bidan Rika, tapi lewat depan rumahnya kok ga ada plang praktek jadi batal deh ke sana. Bidan Rika mau berangkat dinas waktu itu, untung yah belum berangkat.

Begitu bidan Rika datang, langsung cek. Saya disuruh berbaring. Belum cek VT, ternyata kepala sudah kelihatan! Saya ingin mengejan lagi. Saya dipersilahkan mengejan. Saya mengejan tapi tertahan di leher, jadi bayi belum keluar. Bidan memutuskan untuk episiotomi, tapi belum ada alatnya. Dia minta suaminya untuk mengambilkan alat partusnya.

“Diepis aja ya, sebentar.. sebentar..”

06.45

Rasa mengejan datang lagi. Kali ini all out deh (bukan walk out yaaa 😀 ), dengan total exhale. Suami disuruh sambil mendorong perut saya (sebenarnya kok kayak ga ngefek ya?). Alhamdulillah, adik bayi bisa keluar dengan mudah. Langsung loncat katanya.

Terus, bidan Rika menangani bayi, memotong tali pusarnya. Saya masih dalam kondisi lemas belum sempat bilang apa-apa. Oh nooooooo… sudah terlanjur dipotong. Ga jadi lotus deh.

Oh iya, belum balas BBM nih.

“Kalau semakin kuat, kayaknya ga sempat beli rempah nunggu toko buka mbak.”

“Alhamdulillah, sudah lahir barusan mbak.”

Maaf yah, mbak Wina, serasa di PHP-in 🙁

That was my sudden VVIP home birth story. Lebih dari sekadar VVIP malah. Kenapa?

  • Segala fasilitas ada: kulkas, suasana dingin (kayak ber-AC padahal ga ada :D), kamar mandi
  • Bebas dari kekhawatiran ada yang ngintip
  • Tanpa infus
  • No enema
  • No vaginal toucher
  • No episiotomy

Kok sudden? Iya tiba-tiba banget. Saya kira akan lebih dari HPL. Saya pun tidak menyangka prosesnya akan cepat sekali, perkiraan saya siang atau sore baru lahir, ternyata pagi itu juga sudah lahir. Baju bayi pun seadanya. Saat bidan minta bedong, saya kasih sarung 😀

 20140905_082704

Belum siap sempurna, tapi alhamdulillah semua sehat dan selamat. Saya yang tadinya lapar baru makan jam 12-an karena lapar hilang.

Btw, yang ga terpakai untuk persiapan melahirkan ini:

Bola gym, karena sudah bolong

Air zam-zam, ga terpikir untuk minum. Baru diminum pasca melahirkan.

Semua di luar rencana. Birth plan sudah disusun, tapi tidak terlaksana. Itulah takdir hehe. Terima kasih buat semua yang sudah membantu dan menjenguk.

Welcome to the world, Muhammad Kaysanarsya a.k.a Kaysan a.k.a Kei ^_^

 Red to red

*)Ditulis saat Kei 40 hari karena saya ber- honeymoon babymoon dulu.

**)Kadang suka sedih papa ga kebagian lihat cucunya. Beliau pergi duluan 6 Agustus 2014, sebulan sebelum Kei lahir T_T

 

Posted on: October 18, 2014, by : li partic

2 thoughts on “Home Birth is More Than VVIP Class

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *