Traveling Sambil Berbagi Di Daerah Terpencil
Traveling ke kampung asal ternyata bukan hanya tentang bertemu keluarga besar, ataupun mengunjungi tempat wisata sekitar dan kuliner. Seperti perjalanan kali ini, selain untuk bernostalgia di kota kelahiran, saya menjalankan misi mengajar di sekolah dasar yang lokasinya di desa, jauh dari kota. Bahkan saya belum pernah ke sana seumur hidup.
Kota kelahiran saya adalah Pamekasan, pusat kota Pulau Madura. Di kota ini terdapat beberapa tujuan wisata seperti pantai Jumiang dengan tebing-tebing karangnya, Api Tak Kunjung Padam yang merupakan api abadi, dan beberapa wisata buatan seperti kolam renang dan arena bermain. Namun, bukan tempat wisatanya yang bikin kangen. Saya lebih ngidam akan aneka kulinernya. Saat merencanakan ke sini, saya sudah terbayang akan rujak madura dengan petis ikannya, sate lalat, campur lorjuk, campur kaldu kokot (kikil) dengan kacang ijo, bubur madura, es sudimampir. Hmmm tak sabar rasanya ingin segera mencicipinya.
Tak mungkin saya pulang kampung jika tak ada sebab khusus. Kebetulan di feed facebook, saya melihat pendaftaran Kelas Inspirasi. Kelas Inspirasi adalah kegiatan mengajar anak sekolah terutama sekolah dasar dan selevelnya di daerah pelosok. Apa yang diajarkan adalah tentang profesi kita sehari-hari. Jadi, anak-anak akan lebih luas pengetahuannya tentang profesi tidak hanya dokter, guru, pilot. Tujuan utamanya adalah agar anak-anak terus semangat belajar hingga tingkat yang paling tinggi.
Kelas Inspirasi yang akan saya ikuti adalah event yang kedua di Pamekasan. Kegiatan mengajar ini diadakan setahun sekali. Satu hari kita diminta untuk cuti, dan siswa yang kita ajar akan menyimak kita selama satu hari saja. Mereka, para siswa, tidak ada pelajaran seperti biasa, selain belajar dari kita sang profesional.
Kebetulan menjelang Kelas Inspirasi berlangsung, saya ada kegiatan di Jogja. Sampai-sampai saya tidak mengikuti briefing dan peninjauan lokasi. Kelas Inspirasi diadakan hari senin. Saya berangkat dari Jogja hari minggu malam. Sampai Surabaya hari Senin jam 03.00. Tak sempat pulang ke rumah dulu, saya langsung menuju Pamekasan. Biasanya Surabaya-Pamekasan ditempuh selama 2-3 jam. Saya berharap jam 5 sudah ada di Pamekasan, karena jam 6 akan ada upacara bendera.
Ada satu hal yang saya lupa. Hadiah untuk anak-anak. Kami para pengajar, disarankan membawa hadiah meski nilainya kecil asal bukan uang tunai. Ini untuk menyemangati mereka. Astaghfirullah, saya lupa sama sekali tentang hal ini. Beruntung, dalam perjalanan ada swalayan yang buka 24 jam, sehingga saya bisa mampir dulu membeli beberapa barang sebagai doorprize.
Singkat cerita, tibalah saya di Pamekasan. Tak disangka kepala ini sangat berat. Mungkin akibat kelelahan perjalanan semalaman. Sayangnya tidak ada waktu untuk tidur sejenak. Saya harus langsung mandi dan bersiap-siap menuju lokasi. Harus dipaksa!
Oh God! Teman-teman lain sudah di lokasi sejak jam 6 pagi. Saya yang berencana minta barengan ke sana jadi ga bisa. Padahal saya buta peta. Google Map ada. Tapi GPS tak berfungsi, karena mendekati lokasi susah sinyal. Akhirnya saya yang diantar suami, meraba-raba jalan sesuai peta. Tak jarang kami pun berhenti beberapa kali untuk menanyakan jalan pada penduduk setempat.
Alhamdulillah, saya sampai juga di SD Palesanggar Kecamatan Pegantenan, Pamekasan. Untuk menuju tempat ini, saya harus melalui jalan berkelok-kelok, naik dan turun. Indah sekali memang. Kepala yang berat, mata mengantuk, menjadi ON lagi.
Saya mendapati upacara bendera tengah berlangsung. Saya langsung berbaris di deretan guru. Yang saya heran adalah penampilan anak-anak. Mereka tidak memakai topi, termasuk petugas upacaranya pun tidak pakai topi. Hal ini bertolak belakang dengan sewaktu saya SD di kota dulu. Jika ada yang tidak pakai topi akan dihukum. Entah ini memang kebijakan sekolah, atau anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Hal yang menjadi aneh bagi saya yang kedua adalah anak-anak di barisan kelas 1 dan 2. Mereka terlihat seperti masih seumuran anak TK. Kecil, imut, lucu. Apakah itu stunting alias perawakan pendek yang tidak sesuai standar usianya? Atau memang usianya yang belum cukup tapi sudah masuk SD? Yah, semoga mereka betah sampai lulus SD ya.
Tiba saatnya saya mengajar. Saya adalah konselor laktasi. Profesi saya agak sulit dijelaskan pada anak yang belum mengerti pelajaran IPA. Oleh karena itu, saya meminta pada panitia agar saya dibolehkan mengajar untuk anak kelas 5 dan 6 saja.
Semua anak yang saya ajar tidak tahu apa itu konselor laktasi. Mereka juga kaget kalau konselor laktasi ini tidak harus sekolah tinggi seperti kedokteran, walau ia akan memiliki pasien.
Di sana saya hanya bermain tebak-tebakan profesi yang bekerja di rumah sakit. Mereka menjawab yang bekerja di rumah sakit adalah dokter, perawat, bidan, tukang parkir. Tak ada satupun yang menjawab konselor laktasi. Oleh karena itu, saya ceritakan bagaimana serunya peran seorang konselor laktasi dan mengapa dibutuhkan oleh ibu yang baru lahir. Saya juga menjelaskan ukuran lambung bayi. Akan sangat bahaya jika lambung sebesar kelereng dipaksa minum sebotol susu formula.
“Ada yang punya adik bayi di sini?”
Lalu ada seorang anak perempuan mengacungkan jarinya. “Makannya apa?” tanya saya.
“Nggak makan, kak. Cuma ASI,” jawabnya.
“Bukan Bubur?”
“Bukan”
“Alhamdulillah. Jadi kalau ketemu ibu, tante yang punya bayi, bilang suruh kasih ASI saja ya selama 6 bulan.” pesan saya.
Anak-anak sangat antusias menjawab tebak-tebakan dari saya. Mungkin karena ada hadiah juga. Sayang saya tidak bawa banyak.
Di akhir pelajaran, saya meminta mereka menuliskan cita-cita mereka. Kebanyakan mereka bingung mau jadi apa kelak. Menjadi tugas saya memotivasi mereka lagi. Rata-rata mereka menuliskan guru di kertas mereka. Mungkin masih bingung ya profesi apa yang akan dijalani.
Satu anak laki-laki mengaku tidak akan melanjutkan sekolah. Alasannya karena dia akan menjadi pembalap. Pembalap tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, katanya. Saya pun tertegun. Masuk akal juga sih. Bagaimana pun juga sekolah harus tetap tinggi, setidaknya sampai SMA, karena semakin banyak pengetahuan kita akan semakin sukses. Begitu pesan saya.
Kertas-kertas berisi cita-cita itu pun ditempelkan di pohon cita-cita. Ini untuk menyemangati mereka agar bisa meraih cita-citanya. Tentu dengan meneruskan sekolah.
Hikmah Dibalik Traveling Sambil Mengajar
Ada beberapa hikmah yang bisa dipetik dari traveling sambil mengajar ini.
- Menjadi pribadi yang lebih baik. Saya harus bersyukur dan harus bisa menjadi pribadi yang lebih baik, mengingat dulu saya memiliki kesempatan lebih mengenyam pendidikan sampai tuntas.
- Lebih peduli kepada lingkungan. Masih banyak anak di pelosok yang sekolahnya tak sempurna, dan lebih buruk dari yang saya alami saat ini di Pamekasan. Kita harus lebih peduli terhadap lingkungan, setidaknya dimana kita tinggal.
- Lebih peduli pada pendidikan. Ada yang semangat untuk berpendidikan tinggi, ada juga yang tujuannya sekolah hanya untuk bisa membaca karena nanti harus segera bekerja untuk dapat uang. Setidaknya kita harus bisa memotivasi mereka untuk meneruskan sekolah, karena dengan sekolah, lebih banyak pekerjaan yang bisa didapat.
Dari sini saya ketagihan untuk berbagi dengan anak-anak di daerah lain. Mungkin untuk yang selanjutnya saya akan mengajar di Lombok atau Sumba. Pasti pemandangannya jauh lebih indah. Dan yang membedakan adalah walau dengan tujuan traveling sebagai pemuas jiwa, kita juga berperan membantu anak-anak di daerah terpencil dalam pendidikannya.
Jika akan mengajar di daerah lain yang jauh dari rumah, tentu saya harus menyiapkan tiket pesawat dan hotel sendiri. Salah satu pilihan saya untuk booking tiket pesawat dan hotel adalah JD.id. Hotel dengan JD Hotel dan tiket pesawat dengan JD Flight. Tentu saja karena murah dan mudah pesan tiket pesawat. Tinggal tentukan asal dan tujuan penerbangan, waktu penerbangan, jumlah penumpang, serta kelas penerbangan. Selanjutnya kita tinggal memilih maskapai sesuai jam dan budget yang kita inginkan. Lalu ikuti langkah-langkah berikutnya sampai pembayaran selesai.
Bagaimana? Mudah, kan untuk dapat tiket pesawat murah. Untung ya, ada JD Flight. Coba sekarang deh, lumayan harga murahnya. Mumpung sebentar lagi lebaran, mungkin mau pulang kampung atau traveling bersama keluarga di liburan panjang?
Nih, saya akhirnya beli tiket untuk jalan-jalan habis lebaran. Di vendor lain, untuk maskapai yang sama dan jadwal yang sama harganya sekitar 600 ribu sampai dengan 700 ribuan. Di JD Flight cuma 500 ribuan. Padahal tanpa kupon loh, sudah murah.
Saya sempat curiga, paling nanti di akhir-akhir akan dapat notifikasi harga naik. Tapi ternyata nggak! Saya sudah bolak-balik refresh, harganya tetap. Dan beli beneran. Saya sampai-sampai bisa berhemat hampir 200 ribu per tiket. Wow, senangnya. Ya, iyalah senang. Nanti kan saya bawa 10 anggota keluarga.
Kalau kamu ada rencana naik pesawat dalam waktu dekat, cepetan hunting deh. Karena mendekati lebaran harga naik terus. Pakai JD Flight, ya.
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Indonesia Corners dan JD.ID. Artikel ditulis berdasarkan pengalaman dan opini pribadi.
Posted on: April 23, 2018, by : li partic
Kelas inspirasi memang bikin ketagihan yaa.
Candu akan ekspresi, kepolosan sekaligus kekonyolan mereka.
Maksud sih menginspirasi eh tapi malah terinspirasi 🙂
Wah,, aku penasaran dengan Pamekasan nih,, belum pernah sampe situ. Apa ikutan kelas inspirasi Pamekasan yang tahun depan aja ya,,
Mbak, aku ke Madura kangen Bebek Sinjay malah… 😀
Trus sate lalat itu belum pernah coba. Hihi…
Btw, aku bukan dari tenaga pengajar, tapi terkadang ngisi mater di sekolah-sekolah. Justru ternyata kita yang belajar di sana ya Mbak. Belajar menjadi contoh yang baik dan bertutur kata yang baik pula.
Aku pernah ngerasain ngajar anak kelas 1 pas Kelas Inspirasi, hahahaa… luar biasa rasanya mba.
Wah baru tahu saya kalau konselor laktasi itu nggak harus berbekal pendidikan medis. Salut Kak… semoga sukses dan terus mencerdaskan anak bangsa! Btw, salam kenal.
wah aku malah penasaran dengan madura , mau ke sana kalau ada waktu
Masya allah Mbak..keren sekali bisa berbagi di kelas inspirasi..
Btw tentang topi, anak-anak saya SD di Jakarta sekarang juga jarang bertopi lagi..sudah pakai jilbab yang siswi dan kini hormat bendera tanpa topi.
Aku salfok pas baca sate lalat. Itu dari daging apa sbnrnya mba? Penasaran sih pgn cobaaa :D.
Mengajar di daerah yg terpencil gini, aku sndiri blm prnh rasain laah. Tapi, prnh pas lg liburan ke kampung papa, trus jalan2 ke bagian kampung lainnya, namanya sorkam. Dan di sana agak miris liat sekolahnya yg sederhanaaa banget, dan kdg anak2 itu jalan kaki jauuuh hanya utk menuju sekolah. Lgs inget aku dulu jarak pendek aja udh minta dianter jemput.. 🙁
Sate ayam, tapi keciiil banget.
Baguuuss banget artikelnya mbaaa
Semoga Juara!
Trah keluargaku sebetulnya juga berasal dari Pamekasan. Ada beberapa leluhurku yang dimakamkan di sana. Barangkali kita sebetulnya bersaudara 🙂
Baca artikel ini dan tau asal kakak dari Pamekasan Madura … langsung surprise karena rencananya aku mau liburan ke Pamekasan, ada temen baik asli berasal dari sana dan tinggal disana.
Nice sharing JDid nya,kak