Risiko Persalinan SC dan Normal adalah sama, Mari Berdayakan Diri

Masih lekat dalam ingatan percakapan dari sebuah chat antara saya dan teman saya. Dia sedang membiasakan memakan kurma untuk mendapatkan gizi supernya karena sedang hamil dan akan melahirkan dalam waktu dekat. Namun dia tidak terbiasa dengan rasa manisnya, sehingga dia berkeluh kesah di facebook. Saya pun menimpali.

“Makan kurma sukkary aja. Jenis kurma ini tidak begitu manis, luar seperti ada crust kayak biskuit, dalamnya lembut dan dagingnya tebal.”

“Berapa harganya, Li?” tanyanya.

Singkat cerita antara saya dan dia telah deal sekotak kurma sukkary kemasan pabrik. Tapi tak disangka seminggu kemudian, saya mendengar kabar kematiannya pasca melahirkan. Ya Allah. Saya termenung dan down. Padahal rasanya baru saja berinteraksi, sekarang kita sudah tidak bisa saling berkomunikasi lagi.

Teman saya tersebut sangat memimpikan kelahiran secara normal. Dia meninggal setelah mengalami pendarahan. Memang, dia berhasil melahirkan secara normal. Tapi usahanya yang kurang tepat. Dia bersikeras melakukan apapun agar bisa normal, tanpa melihat riwayat kesehatannya. Akhirnya terjadilah ruptur uteri atau perobekan rahim yang mengakibatkan pendarahan.

Setelah itu, terjadilah desas-desus perdebatan antara SC vs normal. Ada yang berpendapat lebih baik sekali SC, maka akan SC selamanya. Ada juga yang membela jika bisa normal dan sehat keduanya baik ibu dan bayi, mengapa tidak? Untuk membicarakan hal ini, mari kita lihat dari risiko antara keduanya. Persalinan SC (operasi) maupun normal, terutama setelah riwayat SC sama-sama memiliki risiko.

Risiko Persalinan SC

  1. Infeksi: Infeksi dapat terjadi pada daerah sayatan pada rahim dan pada organ pelvic seperti kandung kemih. Infeksi nifas tetap menjadi penyebab signifikan morbiditas (kesakitan/kecacatan) dan mortalitas (kematian) ibu, baik di Amerika Serikat dan di negara-negara berkembang. Dengan perkiraan 5-20 kali lipat kejadian, sesar merupakan faktor risiko yang paling penting untuk infeksi nifas. Conroy, MD, et al, 2012. [1]
  2. Hemorrhage / perdarahan : Terdapat kondisi kehilangan darah yang lebih banyak pada persalinan sesar daripada persalinan pervaginam / normal. Hal ini akan mengarah pada kondisi anemia atau membutuhkan transfuse darah. Di negara berkembang, penyebab utama kematian ibu setelah c-section adalah perdarahan. Di negara-negara maju, di mana perdarahan lebih sering berhasil diobati dan dicegah, penyakit tromboemboli lebih penting diwaspadai. Dengan demikian, emboli paru adalah penyebab utama kematian setelah operasi caesar di Amerika Serikat. [2]
  3. Cidera organ : Kemungkinan cidera organ seperti pada usus dan kandung kemih ini terjadi sebanyak 2 dari 10.000 wanita yang menjalani bedah sesar. Berghella, MD, 2015 berpendapat cidera pada kandung kemih atau saluran intestinal terjadi sekitar 1 % dari seluruh persalinan sesar. [3]
  4. Adhesions / pelekatan : Jaringan parut dapat terbentuk di dalam daerah pinggul menyebabkan penyumbatan dan rasa sakit. Perlengketan juga bisa menyebabkan komplikasi kehamilan yang akan datang, seperti plasenta previa atau placental abruption.
  5. Rawat inap lebih lama : Setelah sesar, normalnya rawat inap 3-5 hari di rumah sakit, jika tidak ada komplikasi. Jika terdapat komplikasi maka rawat inap akan berlangsung lebih lama.
  6. Pemulihan lebih lama : Waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan setelah operasi caesar dapat berkisar dari minggu sampai bulan, pemulihan yang lama dapat berdampak pada waktu ikatan dengan bayi Anda (1 dari 14 melaporkan nyeri luka insisi selama 6 bulan atau lebih setelah operasi).
  7. Reaksi terhadap obat : Terdapat reaksi negatif dari anastesi/bius yang diberikan selama proses sesar atau reaksi negative terhadap obat nyeri yang diberikan setelah prosedur.
  8. Risiko operasi tambahan : Termasuk hysterectomy(pengangkatan rahim), perbaikan kandung kemih atau sesar berulang.
  9. Kematian ibu : Tingkat kematian ibu untuk sesar lebih tinggi daripada persalinan pervaginam. Dalam sumber lain disebutkan, sementara bukti yang ada menunjukkan tidak ada perbedaan angka kematian ibu saat c-section terencana dibandingkan dengan persalinan pervaginam (2). Menurut pernyataan konsensus terkini oleh American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) terdapat 3,6 kematian untuk setiap 100.000 wanita setelah persalinan vaginal dan 13,3 kematian untuk setiap 100.000 wanita setelah bedah caesar. Komplikasi berat seperti perdarahan dan infeksi juga lebih umum dialami oleh sekitar 8,6 persen wanita setelah kelahiran vagina dan 9,2 persen setelah C-section. [4]
  10. Emosi dan trauma : Beberapa wanita setelah menjalani operasi sesar melaporkan perasaan negatif tentang pengalaman persalinan mereka dan kemungkinan bermasalah dengan ikatan awal dengan bayinya.

Risiko Persalinan Normal Setelah SC

Risiko persalinan normal yang paling jelas adalah persalinan yang tidak berhasil dan akhirnya SC. Tapi, penelitian tentang wanita yang mencoba melakukan persalinan setelah sesar (TOLAC : Trial Of Labor After Cesar) menunjukkan bahwa sekitar 60 sampai 80% berhasil menjalani persalinan pervaginam. Yang paling berisiko menyangkut VBAC adalah pecahnya Rahim (rupture uteri), ketika rahim terbuka sepanjang garis bekas luka dari C-section sebelumnya. Jika terjadi pecah rahim, tindakan C-section darurat diperlukan untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa, termasuk pendarahan berat dan infeksi bagi ibu dan kerusakan otak untuk bayi. Dalam beberapa kasus, rahim perlu diangkat (histerektomi) untuk menghentikan pendarahan [5].

Ruptur Uteri

Karena kejadian meninggalnya teman saya diakibatkan oleh pendarahan karena ruptur uteri, maka saya akan membicarakan apa itu ruptur uteri. Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuita (terputus) dinding rahim akibat dilampauinya daya regang myometrium. Ruptur uteri merupakan komplikasi yang sudah langka atau jarang terjadi dan sering mengancam nyawa ibu dan bayi. Selama ini para tenaga medis hanya memperingatkan kepada Anda tentang ruptur uteri tidak dengan dehiscence uteri. Keduanya merupakan peristiwa yang berbeda dan membutuhkan waktu yang berbeda pula dalam penyelamatan ibu dan bayi [7]. Namun sangat disayangkan bahwa kedua peristiwa ini dianggap sama oleh sebagian besar tenaga kesehatan sehingga secara tidak langsung menambah jumlah angka kejadian ruptur uteri.

Ada hal-hal yang meningkatkan risiko ruptur uteri diantaranya kehamilan berkali-kali, operasi miomektomi, sesar yang berkali-kali, jenis sayatan sesar, bayi besar, induksi persalinan, dan persalinan dengan bantuan alat forcep/vacuum dan trauma rahim. Sedangkan keberhasilan VBAC pada persalinan sebelumnya dan perencanaan jarak kehamilan selanjutnya memberikan perlindungan relatif yang akan menurunkan prediksi kejadian ruptur uteri selanjutnya.

Kejadian keseluruhan dari ruptur uteri sangat rendah. Dari tahun 1976 hingga tahun 2012, 25 publikasi yang ditinjau menggambarkan kejadian rupture uteri. Dilaporkan bahwa terdapat 2.084 kasus dari 2.951.297 wanita hamil. Hal itu menandakan angka terjadinya ruptur uteri 1 dari 1.146 kehamilan (0,07%) [6]. Dalam sumber yang lain, Fitpatrick KE et al menyebutkan walaupun rupture uteri dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas (kematian dan kesakitan) maternal dan perinatal. Bahkan pada wanita dengan SC sebelumnya yang merencanakan persalinan pervaginam pada kehamilannya sekarang, ini langka terjadi hanya 1 dari 500 wanita. [1]

Induksi persalinan tidak dianjurkan bagi wanita yang akan VBAC

Zelop et al menemukan bahwa tingkat ruptur uteri pada 560 wanita yang menjalani induksi persalinan setelah sebelumnya sesar adalah 2,3% dibandingkan dengan 0,72% untuk 2.214 wanita yang menjalani induksi persalinan setelah melahirkan spontan. Dari data tersebut memang ditemukan angka kejadian rupture uteri akibat induksi persalinan tidaklah terlalu tinggi, namun induksi persalinan tetap sebagai faktor risiko terjadinya rupture uteri.

Dari kasus teman saya tadi, kemungkinan besar ruptur uterinya disebabkan oleh upaya persalinan normal yang tidak alamiah. Dia meminta diinduksi agar bisa melahirkan per vaginam. Padahal, persalinan normal setelah ada riwayat SC haruslah sealamiah mungkin. Tidak boleh vakum ataupun induksi karena akan meningkatkan risiko pendarahan.

Pentingnya Pemberdayaan Diri

Memberdayakan diri selama kehamilan itu sangat penting. Permberdayaan diri adalah upaya agar kehamilan kita sehat dan selamat, sampai kelahiran bayi yang juga diharapkan sehat. Dengan demikian angka kematian bisa diminimalisir. Kita bisa mulai dengan mencari informasi yang tepat mengenai:

  • Nutrisi
  • Senam Hamil
  • Pengetahuan perkembangan janin
  • Apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, dll

Langkah yang bisa kita lakukan adalah mencari dimana kita bisa mengikuti kelas prenatal. Setidaknya lakukan ini sejak awal kehamilan. Pada usia kehamilan lebih dari 6 bulan sudah bisa dikatakan terlambat, namun tidak ada salahnya optimalkan apa yang bisa kita lakukan demi kehamilan terbaik kita.

Saat ini ada sebuah program yang memudahkan ibu hamil mendapatkan informasi kehamilan sampai dan menyusui sampai anak berusia 2 tahun. Namanya SMSBUNDA. SMSbunda adalah program yang diluncurkan oleh Kementrian Kesehatan untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir hingga 25%.

SMSbunda akan mengirimkan informasi berupa perawatan selama kehamilan, kelahiran, masa nifas, dan pasca kelahiran. Informasi yang dikirimkan berupa sms langsung ke telepon seluler ibu secara gratis. Yang bisa mengikuti program ini adalah ibu yang sedang hamil, baru melahirkan Baik ibu yang tengah hamil, baru saja melahirkan, atau siapapun termasuk keluarga, teman, tetangga yang ingin mendapat info karena kehamilan tidak hanya melibatkan si ibu saja melainkan juga lingkungannya.

Cara Bergabung Dengan SMSbunda

Kita bisa mendaftar kapan saja selama masa kehamilan. Hanya dibutuhkan pulsa dengan tarif SMS standar, yakni Rp. 300. Cukup ketikkan format:

REG(spasi)HPL/perkiraan tanggal melahirkan(spasi)kota/kabupaten

Contoh: REG 02/02/2017 Pamekasan

Kirim ke:

08118469468

Setelah mendaftar, kita akan mendapat balasan seperti ini:

IMG-20160830-WA0016

Selanjutnya kita akan menerima informasi seputar kehamilan sesuai usia kita. Menjelang masa persalinan, kita akan menerima informasi hari-hari pertama pasca melahirkan. Pada bulan pertama pasca melahirkan, kita akan menerima info seputar kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Tertarik mencoba? Ini benar-benar sangat bermanfaat, lho.

Untuk info lebih lanjut, klik: www.smsbunda.or.id

Sumber:

  1. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3410505/
  2. https://www.openanesthesia.org/c-section_morbidity/
  3. http://www.uptodate.com/…/c-section-cesarean-delivery-beyon…
  4. http://www.acog.org/…/Safe_Prevention_of_the_Primary_Cesare….
  5. http://www.mayoclinic.org/tests-procedu…/…/VBAC/art-20044869
  6. http://reference.medscape.com/article/275854-overview…
  7. http://community.babycenter.com/…/uterine_dehiscence_vs._ut…
Posted on: August 31, 2016, by : li partic

3 thoughts on “Risiko Persalinan SC dan Normal adalah sama, Mari Berdayakan Diri

  1. sering lihat gambar tentang proses persalinan sc ataupun normal dan sukses bikin perut mules 😀
    katanya sih, kalau mau lahiran normal, banyakin jalan – jalan ya, biar kalau kontraksi gak terlalu menyakitkan. *eh gimana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *