Menyambut MEA ala UMKM
MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan masa perekonomian ‘bebas hambatan’. Tak hanya barang yang minim hambatan keluar masuk negara kita, tetapi juga tenaga kerja. Era ini diharapkan akan mengangkat kesejahteraan penduduk di negara-negara ASEAN.
Salah satu pihak yang pasti merasakan dampak MEA adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pihak pengusaha kecil itu mungkin ada yang tidak mengerti sama sekali tentang MEA. Oleh karena itu harus kita dukung dan edukasi mereka.
Saya akan share sesuai pengalaman saya yang kebetulan memproduksi teh pelancar ASI. Berikut yang bisa pengusaha skala UMKM lakukan untuk menghadapi MEA yang sudah berlangsung ini.
-
Asah Kemampuan Bahasa Inggris
Banyak yang bilang kita harus siap dari diri-sendiri dengan menguasai kemampuan berbahasa Inggris. Hal ini ada benarnya, tetapi ini juga bukan syarat mutlak. Wisatawan asing akan terasa mudah berkomunikasi selama keberadaannya di Indonesia jika banyak penduduk kita yang fasih berbahasa Inggris. Di sisi lain kita lihat dulu satu negara yang mayoritas penduduknya tidak bisa berbahasa Inggris tetapi produknya menyebar berbagai penjuru dunia. Dialah Cina. Kemampuan bahasa Inggris penduduk Cina lebih parah dari orang Indonesia. Tetapi penjaga tokonya tetap pede menawarkan barangnya pada calon importir. Mereka mengandalkan bahasa isyarat dan tawar menawar melalui kalkulator dagang.
Jadi bagaimana? Enak fasih berbahasa Inggris atau tidak untuk melayani customer?
2. Mengubah Penampakan Produk Lebih Berkelas
Maksudnya mengubah penampakan produk ini adalah menambahkan nilai pada produk. Contoh gampangnya kopi. Kopi merupakan barang komoditas yang murah jika dijual kiloan. Jika diubah bentuknya menjadi kemasan sachet maka akan lebih menarik dan dapat dijual lebih mahal. Menjual kopi siap minum di warung pun akan berbeda harganya jika si kopi sudah berubah penampakan dengan merek tertentu di gerai-gerai pada pusat perbelanjaan.
3. Menyesuaikan Brand dengan Wilayah Distribusi
Ini adalah salah satu strategi branding Semen Indonesia. Selain menguasai pasar dalam negeri, Semen Indonesia alias Semen Gresik ini juga sudah ekspor ke berbagai negara. Di dalam negeri Semen Indonesia menggunakan bermacam merek seperti Semen Gresik, Semen Padang. Untuk memasuki pasar Vietnam menggunakan merek yang sudah lama eksis, yaitu Thang Long. Untuk memasuki Asia Tenggara selain Indonesia dan Vietnam, digunakan merek Semen Indonesia.
Hendaknya pelaku UMKM di era MEA ini tidak perlu jual mahal memaksakan mereknya sendiri. Jika negara tujuan ekspor meminta private label, kita turuti saja. Namanya juga job kan? Asal hitung dulu untung ruginya. Kita pun harus mensyaratkan minimal order sekian puluh ribu buah misalnya, agar tidak rugi.
4. Ajari Pelanggan Untuk Tumbuh
Jangan hanya memikirkan bagaimana perusahaan kita saja yang tumbuh. Ajaklah pelanggan untuk tumbuh. Bagaimana caranya? Jadilah konsultan bagi pelanggan. Bantu mereka untuk meraih keinginan mereka. Seperti kisah Martha Tilaar yang tumbuh bersama pelanggan.
5. Konsisten dalam Kualitas adalah Branding Sesungguhnya
Kalau yang ini pengalaman pribadi hehehe. Selalu posisikan diri (dalam hal ini produk kita) menjadi yang terdepan. Kecap kan nomor satu. Tapi harus jujur tidak boleh bohong. Apa yang membuat produk kita dilirik konsumen hingga laku terbeli? Harganya? Kualitasnya? Saya beropini, kualitaslah yang utama. Seperti ASI Booster Tea selalu berusaha menjaga kualitas dan memenuhi harapan pelanggan soal ASI-nya. Mayoritas konsumen berkata produk teh herbal pelancar ASI kami: ASI Booster Tea ampuh meningkatkan kuantitas ASI-nya. Pendapat ini berkembang sendirinya dari mulut ke mulut hingga terjadi repeat order. Sampai suatu ketika ASI Booster Tea mendapatkan penghargaan dalam Anugerah Wirausaha Indonesia yang diserahkan langsung oleh Ibu Euis Saedah, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah. Nah, hal inilah yang bisa menjadi branding naik kelasnya pihak UMKM.
Posted on: March 28, 2016, by : li partic
saya harus semakin mengasah kemampuan berbahasa inggris sepertinya 🙂